Hashimi
Di
resto pojok
Jam
menujukkan pukul setengah empat sore, tapi tak kunjung muncul sosok yang
ditunggu oleh hana sejak dua puluh menit yang lalu..
“ duh mana sih kun, lama banget.” keluh hana dalam hati. sembari melirik jam
tangannya untuk sekian kali.
Kun adalah kakak kelas yang
dikagumi oleh hana semasa SMA. Mereka membuat janji untuk makan bersama di
resto pojok tempat favorit mereka berdua. Karena merayakan kun yang baru saja lulus dari perguruan tinggi.
Di
tempat lain
Terlihat
seorang laki-laki muda yang sedang menerima telepon di hpnya “ maaf, aku lupa.”
sambil menepuk dahi. “iya aku berangkat sekarang.” sembari mengambil tas dan
berlari menuju parkiran sepeda motor.
“
dasar kun, udah lama aku nunggu disini,, cepet berangkat.” bentak hana
lewat hp yang ia pegang. Untuk menghubungi seseorang.
Beberapa
menit berselang
“ maaf,, udah lama ya nunggunya”
kata kun yang langsung duduk didepan hana dan meletakkan tasnya. “ hem, gak usah
tanya, yang pasti lama” berdeham dengan menunjukkan mimik marah.
“
belum pesan makan tah?” dengan senyum manis “ belum lah, kan rencananya makan
bareng” hana tidak bisa marah lagi setelah melihat senyuman kun. “ oh ya, hari ini
aku ada acara dengan anak-anak jadi gak bisa lama-lama” kata kun. “ ya udah
tau” kembali dengan mimik marah. “ maaf ya, makasih juga udah ngertiin aku”
jawab kun.
Setelah
kun pergi
“ selalu yang lebih dulu teman-teman seangkatannya, dasar kun,
gak pernah ngerti perasaan ku, kun dudut.” keluh hana dalam hati. Karena
terlalu memikirkan kun, hana tidak konsentrasi terhadap jalan. Hingga
menyebrang tanpa menoleh lebih lanjut. BBBRRRAAAAKKKK. hana tersungkur ke aspal.
Dari
sisi lain
“ SIAL, kenapa aku bisa percaya
pada gadis yang benar-benar sial. Dia mengecewakan sekali, lalu siapa yang akan
akan aku perkenalkan kepada kakek sebagai calon istriku.” Teriak dion dari
dalam mobilnya. Mobilnya dipacu cepat meski pada belokan dan tanpa diduga ada
gadis yang menyeberang. BBRRRAAKKKK.
Banyak orang berkerumun melihat
seorang gadis ditabrak oleh mobil yang melaju kencang.
“
Hey, keluar dari mobil, kamu harus menolong gadis ini” seru seorang laki-laki
paru baya sambil menunjuk hana yang sedang ditolong beberapa orang. “ iya akan
kutolong masukkan dia ke dalam mobilku.” Kata dion serambi membuka pintu
mobilnya.
Setelah
beberapa perawatan dirumah sakit
“ sebentar lagi dia akan
terbangun” kata suster pada dion. “ iya terima kasih” sahut dion, melirik hana
yang terbaring di tempat tidur. “ tuan ini data data milik gadis ini” kata pak
kim penjaga dion sejak kecil, karena dion salah satu putra pengusaha terkenal
maka dia selalu ditemani oleh pendamping untuk melindungi dan membantunya dalam
berbagai hal.
Nama: hana 20 tahun, “ em,, jadi dia belum 20 tahun” dion memperhatiakan hana yang masih terlelap.
“ tuan” panggil pak kim, dion tesentak dari lamunannya, lalu menoleh pada pak
kim. “ kakek” dion terkejut melihat sosok kakeknya berdiri di pintu masuk kamar
yang sejajar dengan tempat pak kim berdiri.
“ em, jadi ini calonmu! terlihat
manis, tapi apa yang terjadi padanya? Apa dia sakit?” Pertanyaan kakek membuat
dion termenung. “ dion” tegur kakek. “ hem, iya. dia hanya
terlalu lelah, jadi pingsan.” Dion menjawab dengan suara bergetar. “maafkan aku kek dan hana tolong bantu aku”
debar jantung dion bertambah kencang.
Setelah
kakek pergi
“ tuan, kenapa tuan berbohong. memang
kenapa dengan nona erika?” Tanya pak kim.
“
jangan menyebut nama itu lagi, aku muak mendengarnya, dia bukan orang yang
baik. Tadi aku melihatnya bermesraan dengan pria lain. Tolong mintakan bantuan
gadis ini untuk menggantikan erika sebagai calonku.” Dion bergegas keluar dari
ruangan.
Setelah hana tersadar
Hana merasa kepalanya berat, dia
hanya bisa melihat seorang lelaki yang
sudah berumur dan menjelaskan serta mengajukan beberapa pertanyaan terhadap hana dan diakhiri oleh permintaan tolong. Mendengar cerita pak kim yang sedikit
di lebih-lebihkan, membuat hana mau membantu dion dalam usahanya.
Keesokan
harinya
Cahaya sudah mulai masuk ke
sela-sela kamar tempat hana dirawat.
“terima kasih suster” kata hana perlahan kepada suster yang telah memeriksanya
pagi ini. “iya” jawab suster dengan perlahan pula seolah mengerti hana
berbicara perlahan karena tidak ingin dion terbangun dari tidurnya.
Sinar matahari mengenai wajah
dion membuat tidurnya terusik. “selamat pagi” sapa dion yang baru bangun dari
tidurnya di sofa. “pagi,, mau sarapan?” jawab hana sembari mengoles selai pada
roti yang ia pegang. “iya, sebentar aku mau cuci muka dulu” dion beranjak dari
sofa. Hana menyiapkan sarapan dari bahan-bahan yang dibawa oleh pak kim sebelum
beliau pergi kekantor.
“pak kim mana?”tanya dion,
sembari mengeringkan muka dengan handuk. “sudah berangkat ke kantor, katanya
mau mengurusi jadwal dikantor, dan kamu istirahat dulu saja disini. Ini untuk
mu” hana menyerahkan segelas air susu dan sebuah roti lapis buatannya.
“terima kasih sudah membuatkan ku, bagaimana lukamu?” tanya dion. “ini” hana
terlalu bersemangat menujuk kuka didahinya dan kesakitan sendiri “AADDUUHHH”.
“sini
biar ku lihat” dion mendekatkan wajahnya pada hana dan meniup luka hana yang
masih tertutup kasa. Cklek pintu kamar
terbuka dan terlihat kakek dion berdiri dibelakang pintu.
“pagi, maaf mengganggu kalian”
kata kakek malu malihat dion dan hana dengan posisi tadi. “ah, tidak kek, kami
hanya,” jawab dion tegang. “kami hanya mau memastikan ikatannya sudah bagus”
sambung hana. Kakek berdeham “ehm, kalaian mau mengundur pernikahan kalian,
karena kondisi hana? Kalau itu benar aku yang akan tanggung semua kerugian
pengunduran pernikahan kalian”.
“hey, kalau ditunda biayanya pasti besar sekali” kata hana dalam
hati. “tidak usah ditunda,, saya pasti sudah sembuh, kakek mau sarapan bersama
kami.” Kata hana sembari membuat secangkir teh untuk kakek. “benar begitu yon?”
Tanya kakek membuat lamunan dion pergi. “ahh, iya.” dion mulai gagap. “jadi hana bersedia melakukannya ” dion
tersenyum samar.
Setelah kakek pergi “jadi kapan
pernikahannya?” Tanya hana. “seminggu lagi” jawab dion santai “ APPAAA seminggu
lagi?” hana benar-benar terkejut mendengar hal itu. “lalu bagaimana dengan
orang tuaku? Dan umurku juga belum 20 tahun” hana bimbang. “tenang semalam aku
sudah mengatakannya pada orangtuamu dan kita akan menikah sehari setelah umurmu
20 tahun.”
“hah,
gila ini benar-benar gila, tapi semua sudah terjadi” hana menarik
nafas panjang. “apa sekarang kamu sudah baikan?” tanya dion perlahan. “iya aku
sudah tidak apa-apa” jawab hana. “kalau begitu ayo persiapkan pernikahan kita”
dion tesenyum nakal.
Tapi hana hanya bisa merunduk mendengar kata-kata dion.
“HAHHHH MENIKAH?” di iringi gebrakan
tengan di atas meja, “ apa kamu sudah gila, kamu benar-benar serius dengan
pilihanmu?” kata kun tidak percaya “yah, aku serius.” Jawab hana enteng.
“kenapa kau tidak pernah menceritakan dia pada ku?” tanya kun penasaran sebab
sepajang yang dia tau hana blum punya pacar. “karena itu tidak perlu, yang aku
butuhkan hanya keseriusannya, lagi pula sekarang aku sugah memberitahumu.”
hana menumpahkan semua kekesalan terhadap sikap kun.
“ Ya
sudah menikah saja, kalau itu memang keputusan mu” jawab kun dengan wajah yang
terlihat kecewa. Hana sontak terkejut mendengar jawaban kun namun akhirnya
menyerah “ Iya terimakasih telah mendengarkanku.” Acara makan-makan itu
berjalan hambar tanpa ada sepatah kata dari kedua bibir mereka.
Di
rumah kun
“ ini tak dapat dipercaya, aku yakin dia tidak memiliki kekasih tapi…
ini sanggat membingungkan,,” kun termenung memikirkan kata-kata hana. “Bukankah selama ini dia menyayangiku.”
Di
tempat lain
Hana membanting tas dan
tertunduk lemas di kamar miliknya. Dia ingin sekali menangis mengingat kata
yang di ucapkan kun. Tapi dia berpikir kembali selama ini kun hanya
menganggapnya seperti adiknya dan tidak lebih, air matanya mulai menetes.
Tok tok tok suara pintu diketuk dan terdengar suara ibu “ dek, ada
keluarga dion datang kemari, cepat keluar.” Mendengar kata mami membuat hana
terkejut, segera ia menghapus air matanya, untung masih sebentar dia menangis,
jadi matanya belum terlalu sembab.
“hahaha, iya memang dia tidak
cerita tentang hubungnnya ini, sempat membuat kami terkejut,tapi kalau ini
sudah menjadi pilihanya kami hanya bisa merestuinya.” Terdengar suara ayah di
ikuti suara tawa kakek dion. Setelah lama keluarga hana dan dion berbicara
akhirnya acara ini selesai, selama pembicaraan terjadi hana hanya tertunduk.
“ ada masalah apa, apa kau tidak
mau melanjutkan ini?” pertanyaan dion membuat hana tersadar dari dalam
pikirannya.
“tidak,
aku hanya terlalu shock dengan semua ini, mungkin perlu waktu untuk menyesuaikan
dengan keadaan.” Kata hana dengan tergesa. “tenang saja, aku hanya punya kakek
dan pak.kim dalam hidup ini jadi tak perlu menyesuaikan dengan siapa-siapa”
kata dion sambil menerawang jauh mengingat kedua orang tuanya yang pergi saat
kecelakaan pesawat dihari ulangtahun dion yang ke 8, hana hanya dapat memandang
dion dan mengingat cerita pak.kim tentang orangtua dion tempo hari.
Angin malam menerpa keduanya
yang termenung menatap langit malam dari halaman belakang dari rumah hana, “aku
pulang dulu, kamu istirahat saja.” Kata dion meninggalkan hana. Hana masih
berada pada lamunannya mengingat seberapa besar perasaanya terhadap kun yang
selalu dia tutup rapat dalam hatinya.
Langit tanpa bintang, “Haaahhh.”
Desah panjang seorang pria dari atas balkon rumahnya.
“aku
yakin dia hanya menyayangiku, ini belum terlambat” kata kun dengan yakin
tentang perasaan hana.
Hari pernikahan tiba. Kun
menatap mata hana tajam tanpa memalingkan dari pergerakan dari hana. Hana
membalas tatapan kun dengan tajam pula, tapi tak sepatah katapun keluar dari
mulut keduannya. Padahal dalam hati mereka memiliki niat dan perasaan yang
sama, namun tak ada yang ingin mengungkapkan perasaan mereka.
dion duduk disebelah hana, dia
tau bahwa hana memandang kun, “ehem” dion berdeham mencuri perhatian hana, hana
yang sadar akan dehaman dion, menatap dion dengan penuh tanya, “apa kau yakin
akan melakukan ini?” dion membalas tatapan hana seakan meyakinkan hana “aku
tidak akan main-main dalam pernikahan ini”
kun
hanya bisa memandang mereka berdua, hatinya terasa sakit namun mulutnya tetap
terkunci.
Semua
berjalan lancar hingga sampai dirumah dion
Sampai dirumah, hana memasuki
kamarnya. Dion sengaja menyiapkan kamar yang terpisah karena meski mereka sudah
menikah karena bukan atas dasar suka. “kun, kamu jahat sekali, kenapa tatapan
mu seakan memberi tanda bahwa kau menginginkan aku, tapi aku tau hanya sebagi
adik, kau keterlaluan.” Teriak hana sembari menangis. “hana kenapa kau tidak
mengatakan perasaan mu padaku, kenapa kau memandangnya dengan harap, kau
menyukaiku kan?” teriak kun dalam perjalanannya. Dia lemas dan pergi kerumah
temannya memendam amarah dan harapannya terhadap hana.
“hana, sudah malam kamu belum
makan dari tadi, apa kamu tidak lapar?” tanya dion didepan pintu kamar, tapi
tak ada jawaban. Dion memberanikan masuk telihat hana terbaring ditempat tidur,
terlihat mata hana sembab kerena mengis, dion membenarkan posisi tidur hana dan
menyelimutinya.
Mentari bersinar, dion terjaga
dari tidurnya. Keluar dari kamar ia melihat hana didapur. “kamu sudah baikan?”
tanya dion dibalas anggukan oleh hana.
“hari ini aku ada urusan mungkin
hingga larut” kata hana, dion memandang kearahnya “kamu marah padaku?” ia
menggeleng “tidak bukan padamu tapi pada kun, aku akan bertanya padanya selama
ini ia menganggapku apa” hana menerangkan dion berfikir “kalau begitu aku akan
kekantor.”
“boss kenapa kekantor tidak
honeymoon?” tanya karyawan “tidak kami masih mau menyelesaikan beberapa
urusan.” Pembelaan dari dion “ohhh, saya kira…” “jangan berfikir yang
tidak-tidak” kata dion meninggalkan percakapan
Kun berjalan sempoyongan diantar
tika kerumahnya, ia lemas karena tidak makan seharian. Hampir ia jatuh namun
ditumpu oleh badan tika, dan tika pun memeluk kun agar ia tidak terjatuh.
Hana menuju rumah kun, di dekat
rumahnya ia melihat kun berpelukan dengan seorang gadis yang ia kenal, “tika…
jadi ini intinya” hana menjauh, tika melihat kepergian hana namun tak
memberitau kun. Hana duduk termenung ditaman, dari tempat itu hana dapat
melihat tempat favorit dia dan kun untuk makan, mengingat semua hal yang telah
terjadi.
Rumah masih sepi, dion tidak
pulang terlalu malam karena semua pekerjaannya telah ditunda untuk tiga hari
ini, dion mencari hana tapi tidak ia temukan, diluar cuaca dingin dan hpnya tak
dapat dihubungi. Dion mencarinya dan tiba-tiba telepon berdering “ada apa pak
kim?” tanya dion “saya tadi melihat nona hana ditaman dekat tempat tabrakan,
dia sendiri apa dia ada masalah?” “oh, ya sedikit, saya akan
menjemputnya. Terima kasih pak kim”
“hana,
ayo pulang” dion duduk disampingnya dan memakaikan jaket padanya. Melihat dion
air mata hana mengalir, hana memeluk dion erat ia pun membalas pelukan hana. Seakan
ia juga menumpahkan rasa sedihnya ditinggalkan erika dalam pelukan ini.
Dirumah dion merasa cemas suhu badan hana
tidak setabil ia tau itu saat dion menggenggam tangannya dan merasakan dahinya
didadanya. Dion membuatkan makan dan mengantarnya kekamar hana, terlihat hana
terbaring lemas. Ia segera merawat dan memberi obat pada hana, semalaman dion
menjaga hana hingga pagi
Hana terbangun, menyadari dion
tertidur pulas disampingnya. “Hhaayy… apa yang kau lakukan disini?” memukul hana yang tertidur, “hem aku ini yang merawat mu, kamu demam kemaren.”
Menghentikan hujatan hana dengan memegang tangannya. Hana tak terima dan
menjauh dari dion, dion kesal karena tidurnya terganggu berniat mengganggu hana. “hey, kamu itu istri ku jadi wajar kalo kita satu kamar.” Mendekati hana
“jangan mendekat atau…” “atau apa?” “HHAAaa” dion menggenggam tangan hana.
Tingtong, terdengar bunyi bel.
Bergegas hana meninggalkan dion yang tersenyum puas dan kembali tidur. “kakek,
silahkan masuk.” “kamu sudah baikan? Katanya semalam kamu sakit” kakek
memeganag dahi hana “sudah tidak apa, dion sudah merawat saya, kakek mau
sarapan apa?” “kamu istirahat saja, bibik sudah menyiapkan sarapan, dion
dimana?” “masih tidur kek, mungkin kelelahan.”
Menuju
kamar dion kakek hanya tersenyum sampai didekat dion kakek memukul dion yang
tertidur, ia menyangka itu hana saat membuka mata ia kaget melihat kakek
didepannya, dion hanya pasrah saat akan dipukul lagi, “kenapa kamu tidur, istri
mu masih sakit dan kau biarkan ia sendiri yang membuka pintu. Kamu ini” “ampun
kek, aku semalaman tidak tidur, baru pagi tidur.” hana menghalangi kakek
memukul dion lagi “sudah kek, dia kelelahan, saya juga sudah baikan jadi tidak
apa-apa” melihat hana, dion termenung dan tak bisa tidur lagi.
“APA, kakek akan tinggal disini.
Kami baik-baik saja kek, aku akan menjaganya” kata dion “iya kek, kami tidak apa
tinggal sendiri” sahut hana. “aku hanya ingin melihat kalian barsama dan itu
juga tidak lama. Kalian akan berangkat honeymoon dua hari lagi, ini hadiah dari
kakek.”menyerahkan tiket liburan seminggu di pantai.
“Honeymoon,
resepsi kami saja belum kenapa harus secepat itu?” sanggah dion “kakek ingin
segera melihat cicit dari kalian” kakek tersenyum dan hana tersedak “itu
terlalu cepat kami belum merencanakan itu”kata dion “tidak perlu direncanakan
dijalani saja.” Kata kakek, hana dan dion saling menatap bingung.
Seharian ini sikap keduanya
penuh kepalsuan, hingga makan malam tiba dan keduanya masuk kedalam kamar. “ini
benar melelahkan” dion merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur. “ya karena kita
tidak menikmatinya, kau bisa tidur di sofa, selimutnya boleh untuk mu.”
Meletakkan selimut diatas tubuh dion. “apa kenapa tidak ditempat tidur saja,
tidak akan tarjadi apa-apa”dion memohon “aku tidak mau, aku bisa menendangmu
nanti.” hana berkilah “tidak apa” “TIDAK” toktok bunyi pintu. “jangan berisik
sudah malam” suara kakek. Hana menutup mulut, terpaksa mereka tidur barsama.
Matahari telah muncul dibalik
selimut terlihat dua pasang kaki yang terjuntai keluar, “selamat pagi” suara
kakek terdengar samar. Hana dan dion membuka mata dan menyadari bahwa mereka
saling berpelukan, “huuuaaa” suara hana terdengar samar karena ditutup oleh
tangan dion. “kakek ada diluar tenanglah, tidak terjadi apapun” hana menutup
mulutnya rapat. “apa kalian sudah bangun?” suara kakek dari balik pintu. “sudah
kek” dion pergi hana terpaku.
Didalam kamar mandi dion
termenung, “ini akan terjadi, kenapa hatiku
kacau” jantung dion berdeguk kencang entah karena kakek atu dia. Sementara
di dalam kamar “kenapa jantungku berdeguk
kencang, apa aku mempunyai perasaan terhadapnya, tapi tidak mungkin ini terlalu
cepat” hana menggelengkan kepala.
Matahari mulai condong ke barat,
terdengar suara canda didekat kolam. Terlihat hana dan dion bercanda, mulai menikmati
kebersamaan mereka setelah lelah berenang. Kakek yang baru selesi membersihkan
badan ikut bersantai di bangku belakang. Tak lama bibi membawa minuman hangat,
kata bibi minuman ini berkhasiat untuk
meningkatkan daya tahan tubuh, menggingat kemarin hana yang sakit semua
terpaksa ikut mendapat jatah.
“ini tidak enak” gerutu dion
“kalau begitu bertaruh siapa yang menghabiskan minuman paling cepat berhak memberi
hukuman pada yang lambat” tantang kakek “baik, tidak akan mengalah” kata dion
tertantang “hana kamu membela siapa?” tanya kakek, dion memandang hana sinis
“baik aku membela dion” permainan dimulai dan dion kalah.
“hukuman
bagimu, lempar istrimu kekolam renang” “kakek aku baru mengganti baju,
keterlaluan kakek ini.” Gerutu hana “siapa suruh kamu membelanya” dion
mengangkat hana dengan semangat, hana meronta namun tak berdaya keseimbangan
dion terganggu dan dion pun turut jatuh bersama hana karena sedikit dorongan
dari kakek. “Kakeek”
Keduanya kembali merapikan diri
didalam kamar, hana merasakan perasaan yang aneh jantungnya tak berhenti
berdeguk kencang melihat tubuh dion ketika melepas kaos setelah tercebur “aduh,
tidak..” sementara ditempat tidur dion bergumam, kenapa ini rasanya darah ku
naik kekepala melihatnya basah kuyup “oh, tidak boleh terjadi.” Selesai
membersihkan badan hana duduk ditempat tidur membaca buku dan dion menonton tv
saat keduanya bertatapan ada hal yang membuat mereka tergetar, namun keduanya
saling mengalihkan pandangan.
Malam harinya keduanya tak dapat
tidur dengan tenang jantung mereka berdeguk kencang sekali, tapi keduanya diam
seribu bahasa.
Hingga pagi tak ada yang dapat
tidur nyenyak. Sarapan juga terasa hambar, “kalian kenapa? Apa sakit? Apa
kelelahan? Jadi berangkatkan?” tanya kakek, keduannya tersedak. Saling
bertatapan dan mengangguk, entah mejawab pertanyaan yang mana.
“hati-hati di jalan, jangan lupa
pesanan kakek.” Kakek melambaikan tangan. “tuan saya sudah membuatkan jamu
untuk mereka lagi.” Kata bibi “bagus, apa mereka membawanya?” “iya, sudah tuan,
sebentar lagi keluarga ini akan ramai.” Bibi tersenyum di ikuti senyuman kakek
melihat kearah jalannya mobil.
“ini minuman apa? pahit” kata
dion. “itu jamu bibi seperti kemarin.” Kata hana santai. Setelah sampai, mereka
diajak berkeliling oleh pemandu. “heh, jangan minum terus nanti bahaya” ledek
dion “bahaya apa?” “kembung”dion tersenyum bersama hana.
“hah, lelah sekali. Disini
nyaman” hana mencoba tempat tidur. Kenapa jantungku berdeguk kencang lagi, dion
menghabiskan miuman yang ia pegang, “dion kemari disini enak” dion mendekat
merebahkan tubuhnya disamping hana, hana juga gugup lalu duduk disamping tempat
tidur menghadap matahari terbenam. Dion mengikuti, “hana, sepertinya kakek
masih mengerjai kita.” hana memandang dion “mengerjai apa?” dion menatap tajam “aku
pikir kakek menaruh sesuatu didalam jamu buatan bibi.”
Keduanya terdiam tapi darah
mereka sudah bergejolak dion menggenggam tangan hana “mungkin tidakkan ini
diragukan, tetapi aku berbuat dengan persetujuan hatiku.” hana memejamkan mata,
dion menarik hana perlahan menuju dekapannya, hana membuka matanya perlahan
menatap dion dengan hangat seakan memberi isyarat bahwa hatinya juga setuju.
Dion mencium dahi hana, membelai rambut hana, memandangnya dengan tatapan
sayang membelai wajahnya hingga terhenti dibelakang leher hana, perlahan
mendekatkan wajahnya, dan mendaratkan bibirnya pada bibir hana. Mereka tak
terbendung, darah panas mereka memuncak hingga kepala. Tak ada beban menjalani
kebahagiaan mereka, menikmati setiap kehangatan yang tercipta.
“selamat pagi.” Dion menyambut hana dengan ciuman didahi, hana membalas dibibir, dion terkejut tapi ia
tersenyum dan membalasnya.
Matahari menyinari dion dan hana
yang sedang berjalan menikmati hembusan angin pantai keduanya hidup bebas tanpa
batasan yang selama ini mengekang dan membatasi hidup mereka hingga mereka lupa
akan diri mereka yang sebenarnya. “ini untukmu” dion memberikan sebuah es krim
pada hana “hem ini enak sekali serasa hidup kembali” “memang selama ini tidak
hidup?” dion bingung “bukan tidak hidup tapi tidak menikmati kehidupan ini,
menghargai setip waktu yang diberikan Tuhan untuk membahagiakan diri sendiri
dan orang yang berada di sekitar kita. Menurutku itu hidup yang sesungguhnya” hana menerawang jauh “lihat langit dan awan yang saling berhadapan seakan tanpa
sepatahkatapun mereka akan mengerti apa yang diinginkan yang lain, bagaimana
kita hidup dengan memahami dan mengerti apa yang orang lain inginkan untuk kita
lakukan meski mereka tidak pernah tau apa yang orang lain inginkan” selama ini hana selau berusaha menjadi orang lain untuk menyenangkan setiap orang
disekitarnya tanpa memperhatikan apa yang sebenarnya dia inginkan.
Dion
seakan mengerti apa yang dirasakan hana karena dia juga dituntut untuk menjadi
sempurna untuk orang lain tanpa mengetahui siapa dia sebenarnya. “dion apa kamu
punya suatu hal yang ingin kamu lakukan tanpa perduli akan pandangan orang
lain?” hana bertanya dan dion hanya terdiam memikirkan apa yang selama ini
hatinya inginkan “aku ingin sekali merasakan terbang merasakan angin yang
bertiup diatas langit bagaikan burung, aku ingin berengan dan menyelam dalam
laut dan aku ingin berjalan sebagai seseorang manusia yang selalu tersenyum
menghadapi dunia ini tanpa perduli gunjingan orang dan berani berkata tidak
meski akan membuat seseoang tidak puas pada diri kita” terang hana yang selalu
ingin orang disampingnya bahagia melihat hana yang berusaha membuat mereka
bahagia. Dion hanya termenung memikirkan apa yang dia inginkan dalam hidup ini.
“ayo
diving, dan naik skyboar” ajak dion. Lalu mereka menikmati bawah air yang
dipenuhi dengan berbagai terumbukarang berwarna warni dan ikan yang sangat
indah berenang mengelilingi mereka, betapa indah kuasa Tuhan akan dunia bawah
air yang menyilaukan mata. hana terlihat bahagia mendapat kesempatan menikmati
setiap segi laut yang indah, dion mulai mengerti senyum yang terpancar tanpa
beban menikmati setiap keajaiban membuat mereka menyadari dunia ini tercipta
dengan indah hanya kau perlu memandangnya dari segi yang berbeda.
Senja
mulai nampak dion dan hana kini berada di atas awan menikmati angin yang
berhembus “ aku mulai mengerti tentang kehidupan ini kita tidak perlu
menjadikan diri kita sempurna untuk orang lain, tapi kita hanya perlu
menunjukan pada orang lain dimana sisi keindahan kita agar orang lain dapat
mengerti. kita ini memang telah tercipta dengan sempurna hanya saja orang lain
hanya memandang kita dari satu sisi membuat kita merubah sisi lain agar sama
dengan sisi yang mereka anggap indah. Namun bila kita dapat membuat orang lain
melihat sisi yang sebaliknya dan sisi itu terkadang lebih indah dari yang orang
lain bayangkan.” Dion menatap hana lembut, hana balik menatap dion dan mencium
pipinya.
Senja
terindah diatas samudra dengan angin yang berhembus indah itu tidak akan mereka
lupakan, disanalah mereka sadar bahwa tidak perlu membuat diri mereka sempurna
atau sesuai dengan keinginan orang lain untuk menyenagkan mereka, hanya dengan
menunjukan keahlian mereka agar orang lain tau bahwa merka bisa dan mereka
indah dengan cara mereka membahagiakan diri mereka.
“
mau makan apa?” dion bertanya untuk memesan makanan “aku tidak ingin apapun sudah
merasa puas dengan pengalaman hari ini” hana mengingat setiap detail hal indah
yang mereka lalui. “hana sebenarnya aku juga ingin menjadi seorang anak yang
manja karena selama ini aku hanya bisa bermanja terhadap kakek namun tidak
begitu banyak karena bilau sibuk, sedang terhadap pak kim aku tidak bisa lagi
bermanja karna menjaga images ku didepan orang lain” dion merebahkan tubuhnya
diatas tempat tidur seakan ingin melepas semua bebanya yang ia pikul selama dia
menguatkan diri setelah orang tuanya pergi meninggalkanya, sama seperti yang
pernah hana dengar dari pak kim.
Hana
berjalan ke arah dion yang merebahkan diri, hana mendekatkan tubuhnya ke arah
dion tangannya bergerak kearah kepala dion diatas tempat tidur lalu dipijatnya
dengan lembut untuk meringankan pikiranya yang kembali mengingat masa pahit
yang dion alami. “kamu boleh bermanja kepadaku kamu boleh mengangapku teman
hidup, ibu, kakak, sahabat yang bisa membuatmu merasa nyaman terhadap hidupmu.”
Ujar hana dengan lembut dion yang sedari tadi merasa ganjil akan tidakan hana
kini mulai menerimanya dengan baik dan kini ia mulai bisa memejamkan mata tanpa
beban menjadi sempurna.
“kriiuuukkk” suara perut keduanya memecah
kesunyian malam diikuti oleh suara tawa dari kedua manusia yang mulai menghargai
diri mereka dan kehidupan mereka untuk dinikmati dengan senyum.
“masak
apa ma?” tanya dion dengan manja kepada hana yang sedang sibuk memasak didapur
karna sudah malam mereka memutuskan untuk memasak makanan merka sendiri. “mau
tau aja, yang penting enak deh, eh.. tapi ma untuk?” hana sengaja tidak
meneruskan pernyataanya karena ingin mendengar penjelasan dion “ma untuk mama,
dengan ungkapan itu aku dapat menganggapmu sebagai mama ku” dion mendekap hana dari belakang dan bergelayut manja padanya “ma juga untuk mama sebagai
pendamping hidupku yang akan menjadi ibu dari anak-anak ku” goda dion “aiihh,
jangan menggodaku nanti makanan ini tidak matang” kata hana dengan niat
menghilangkan rasa panas yang mulai menyerang wajahnya menandakan warna merah
pasti muncul diwajahnya.
“hem
ini makanan yang enak, tambah” dion mengarahkan piringnya pada hana “hemh ini
pasti enak karena kamu kelaparana yon” gumam hana. Dion mengajukan senyum gigi
pada hana yang sewot. “kenyang” keduanya merbahkan tubuh di tempat tidur tidak
terasa waktu telah menunjukan pukul satu malam. “kemarilah” dion membuka
tangannya berharap han tidur dipelukanya namun hana tidak bergerak hanya
menunjukan senyum dengan apa yang dilakukan dion. Dion tidak mau kalah “meski
aku ingin bermanja selalu kepadamu tapi aku tidak akan lupa aku juga akan
menjagamu dan melingungimu salah satunya dengan mendekapmu, dion mendekatkan
diri pada hana. Hana mulai merasa nyaman berada dipelukan dion meski dengan
jantung yang berdebar lumayan keras hingga dion bisa merasakannya dan kini
jantungnya mulai mengalun semakin kerasa seirama dengan jantung hana yang dion
rasakan dalam pelukannya.