Rabu, 01 Juli 2015

Jingga


Sepucuk surat berbentuk hati dibuka terdapat tulisan tangan yang tidak asing baginya.
Dear jun, saat kamu membaca surat ini mungkin aku sudah berada jauh dari kamu, mungkin kita sudah berada di tempat yang berbeda. Aku sangat berterimakasih karena semua kebaikan yang telah kamu berikan, mungkin aku salah mengartikan kebaikanmu itu. Kebersamaan yang telah kita lalui membuatku bahagia meski aku tidak bisa menyentuhmu dan hanya melihatmu dari jauh. Kalau masih ada kesempatan yang kamu berikan untuk kita berteman kembali, aku pasti akan menerimanya. Jun suatu saat kita pasti akan bertemu lagi mungkin keadaannya akan berbeda, tapi aku akan tetap menyayangi mu sebagai sahabat terbaikku.
Penuh kasih untuk mu.

***

Tiktok...tiktok...
Diruang sepi yang hanya terdengar bunyi dentang jam terdapat seorang lelaki yang berkutat dengan leptopnya. Tanpa memperdulikan keadaan disekitarnya dia tetap menghadap ke arah leptopnya.

Seorang gadis berdiri di depan pintu melihat punggung seorang yang sedang berkutat dengan leptopnya, “memandang punggungnya selama beberapa detik membuatnya merasa hangat andai dia memandangku” kata gadis itu dalam hati.

“akhirnya kamu datang juga, aku sudah menunggumu dari tadi” kata jun sembari memandang sera yang berdiri di dekat pintu. Sera terkejut memandang jun yang sadar akan kehadiranya. “maaf aku terlambat” sahut sera sembari memasuki ruang tempat semua anggota club sosial berkumpul.

Langkah sera terhenti di depan jun, pandangan mata jun tertuju pada sera dari atas kepala hingga kaki sera. “ada apa, ada yang salah dengan penampilanku?” tanya sera, “tidak” jawab jun. Sera duduk di sebelah jun tanpa sepatah katapun.

Jun hanya terdiam, mereka menuggu rekan mereka untuk melakukan diskusi kegiatan sosial yang akan dilakukan. Hingga saat rekan mereka datang keduanya hanya terdiam.

Sera melihat sebuah buku dan membacanya dia kagum dengan isi buku tersebut, “baca apa?” tanya jun badanya berada dekat sekali dengan wajah sera, sera menahan nafasnya dadanya berdetak tidak karuan, dia dapat merasakan nafas jun di belakang kepalanya.


Pagi itu sera datang paling awal untuk melihat jun, hatinya sangat gugup lahkahnya semakin berat menuju ruang club sosial. Sampai di depan pintu, sera menengok kedalam dan tidak ditemukan sosok orang yang dia cari, “hem lega...” sera menghembuskan nafas dia senang hatinya lebih tenang karena jun tidak ada di ruang tersebut namun tidak dapat dipungkiri bahwa sera ingin sekali melihat jun di ruangan itu.

Sera melangkahkan kakinya memasuki ruangan, disini tidak gelap meski ruangan terkunci karna ada sedikit cahaya yang masuk, sera tidak menyalakan lampu dia hanya duduk melihat sekeliling ruangan itu hanya terdapat komputer model lama, mesin print, lemari besi berisi dokumen, dan beberapa alat dan perlengkapaan yang membantu dalam kegiatan sosial yang biasa dilakukan. Di setiap sudut ruangan itu sera memiliki beberapa memori tentang dia dan jun saat mereka berada dalam jarak yang sangat dekat saat keduanya menonton film bersama di depan layar komputer. Saat berduanya merebahkan diri menunggu yang lain berkumpul. Disini banyak kenangan yang tidak bisa sera lupakan.

Jam menunjukkan pukul 10.10 “sudah satu jam aku menunggu mereka tapi kemana mereka semua” sera melirik jamnya. Dia melihat kembali ke arah layar komputer dilihatnya berbagai foto kegiatan yang mereka lakukan bersama. Hatinya kembali merasa berdebar. Tiba-tiba terdengar suara arya “benarkah jun kau menyukai gadis itu?” sara fokus mendengarkan percakapan orang yang berada di luar ruang sosial. “apa kalian sudah jadian?” arya mendesak jun “iya apa kau puas dengan itu” terdengar suara jun meninggi. Sera tercengang jantungnya seakan berhenti berdeguk belum sempat dia bernafas arya telah berada di dekat sera dan berkata “jun dan elisabet menjadi pasangan, bukankah ini hebat, aku tidak pernah menduganya”sera memandang jun namun jun tidak membalasnya “benarkah selamat ya jun” suara sera bergetar “kenapa suaramu?” tanya jun “tidak apa hanya haus” sera berjalan mendekati tasnya dan mengambil botol minumnya.

Sepulang rapat anggota sera menarik nafas sekuat tenaga untuk menghilangkan beban, dia berlari sekuat tenaganya air matanya mengalir tanpa bisa tertahan, dia tersungkur di tepi jalan dengan hati hancur. Dia mulai mengingat bulan dan dia tersenyum. “sera kenapa kau bodoh sekali selalu menyukai orang yang ada di dekatmu dan selau berakhir di bulan desember, ini bukan pertamakalinya sera, ini selalu terjadi setiap tahun setiap natal, setiap tahun baru, setiap ulangtahunmu, kau selalu sendiri, tidak kau sadar tidak ada yang mengharapkanmu kenapa kau mengharapkan terlalu tinggi, bodoh,bodoh, bodoh” sera berkata kepada dirinya sendiri.

Sera kembali tersenyum kecut dan berusaha berdiri dengan tertatih, dia berjalan sempoyongan menuju kursi taman. Dia kelelahan dan memejamkan matanya. Teringat kembali banyak kisah cintanya yang hanya bertepuk sebelah tangan. Kini usia sera sudah 20 th, dan selama ini dia hanya merasakan masa pacaran selama dua kali pertama saat di bangku menengah pertama dan di menengah atas yang tidak bisa di sebut komitmen bersama sisanya hanya hasrat memiliki yang tak terbalas. Kalau sakit hati sera sudah merasakanya berkali-kali yang paling mengenaskan cintanya direbut sahabatnya dia juga pernah merasakan hal itu.

“pulang sama siapa kamu?” tanya jun “sendirian” jawab sera. Itu percakapan pertama keduanya, sejak saat itu sera mulai memperhatikan jun. Sebelum acara lentera sera selalu melihat jun yang bekerja keras bersama kawan-kawannya, namun sera sadar jun sudah memiliki seseorang yang dia sayangi, sera memalingkan wajah dari jun. Tak berselang lama sera harus bekerja bersama jun untuk mempersiapkan natal, merka berbelanja bersama untuk acara natal, sera merasa sangat bahagia meski sera tau jun bukan miliknya namun hatinya selalu menyebut nama jun.

“suatu hari nanti aku pasti bisa meraih mempi ku” kata jun semangat “iya pasti aku percaya” sera tersenyum dan jun membalasnya. Keduanya sedang makan siang bersama, sejak kegiatan natal jun dan sera samakin dekat, sera banyak bercerita mengenai dirinya namun jun tidak.

Hari kasih sayang, sera membuat coklat untuk jun dan ingin segera memberikanya mungkin sebagai teman baik pikirnya, dilihatnya jun telah datang di taman dimana mereka biasa bertemu, sera menarik nafas dalam “ini buat kamu, sebenarnya aku suka padamu tapi aku tau posisiku salah, aku akan menahan perasaan ku” jun terkejut dia termenung beberapa saat “maaf” itu yang terucap dari bibirnya “tidak papa aku baik-baik saja, sampai jumpa” sera berjalan menjauh dari jun, yang selalu ada dimemorinya jun layaknya matahari terbenam yang menghangatkannya, namun sera tidak akan bisa memandang ke arah jingga yang menyilaukan matanya.

Hari berlalu keduanya mulai menjauh menjaga jarak, awalnya terasa sulit karena biasanya keduanya bersama. Sore itu jun makan bersama elisabet di sebuah cafe, mereka terlihat bahagia di ujung jalan terlihat gadis memandang ke arah keduanya tanpa mereka sadari, “sera kamu kuat” katanya dalam hati. Sera berbalik dan berjalan diterpa angin sore yang dingin.

Kini club sosial telah berakhir keduanya semakin tidak pernah bertemu, jun sibuk dengan pekerjaan baru yang dia dapatkan, sedangkan sera memulai berbagai hal baru yang ingin dia coba salah satunya mendaki gunung. Mimpi sera mencapai salah satu puncak gunung untuk mengetahui seberapa dia bisa bertahan dan ingin mendekatkan diri pada alam serta Sang Pencipta.

Sera melakukan latihan fisik untuk persiapan sebelum pandakian, dia mempersiapakan berbagai barang untuk mendaki dan mendaftarkan diri. Hari pendakian dimulai dia tidak mempunyai kelompok dalam pendakian untuk itu dia begabung dengan suatu kelompok yang berasal dari daerah lain, briefing untuk para pendaki dimulai, para pendaki mendengarkan dengan seksama.

Perjalanan dimulai pagi hari untuk jarak yang ditempuh adalah berkilo-kilo meter dan terdapat beberapa pos untuk beristirahat, perjalanan baru dimulai tapi sera sudah merasa keleahan seakan tidak bisa melalui semuanya, namun berkat kelompok pendaki yang dia ikuti sera mendapatkan kepercayaan diri bahwa dia bisa melampauinya.

Sudah beberapa jam berlalu sedikit lagi mencapai pos peristirahatan, sera berjalan semakin perlahan nafasnya terengah-engah, dilihatnya pemandangan disekelilingnya begitu indah, andai jun tau semua ini pasti dia senang. Pos peristirahatan sudah dipenuhi tenda-tenda para pendaki, senja menjelang dan mereka mendirikan tenda. Sera menatap senja, terasa hangat seperti biasa, sera menuliskan beberapa kalimat di buku yung dia bawa, mengenai keluarganya dan kerinduananya, mengenai harapannya, dan belum sempai dia menulis untuk jun seseorang memanggilnya. “sera kemari mari kita memasak” seru rio salah satu anak dari kelompoknya

Dari 5 orang pria yang berada dikelompoknya rio adalah ketua yang baik, dia selalu memberi semangat dan menceritakan berbagai cerita pendakiannya.  Sera selalu dilindungi oleh kelimanya karna sera gadis yang baru memulai pendakian. Sera mulai berkemas untuk melanjutkan pendakian, harinya sangat cerah udaranya terasa sejuk, pendakian selanjutnya lebih melelahkan dibandingkan sebelumnya karena jalan yang semakin menanjak, sera sudah berkali-kali jatuh dan bangkit dibantu dion yang selalu berjalan di belakangnya. Sesampainya di pos terakhir semua merbahkan badan ke tanah karena kelelahan, nafas mereka semakin terengah-engah karena oksigen yang semakin sedikit. Kaki sera seakan tidak bisa digerakkan lagi dia berusaha mengatur nafasnya. Setelah beristirahat mereka kembali mendirikan tenda sebelum pendakian kepuncak.

Malam terasa dingin menusuk tulang, tapi perjalanan baru akan dimulai untuk mencapai puncak, semua bertanya pada sera apa dia akan ikut dalam pendakian serta menyarankan untuk istirahat saja, namau sera memaksa untuk ikut karena ini tujuannya melakukan pendakian ini.

Perjalanan dimulai pandangan terhalang oleh kabut, diantara pohon dan bebatuan mereka menapakkan kaki, setelah lama berjalan dengan nafas terengah-engah sera memandang sekeliling terdapat banyak batu penanda in memoriam para pendaki yang meninggal dalam pendakian, sera bergidik dan dion merangkulnya dari belakang “kamu masih kuat” bisiknya sera hanya mengangguk. Rio memberi isyarat untuk berhenti dilihatnya kelompoknya dan bertanya apakah mereka masih mau meneruskan dan semuanya mengangguk.

Perjalanan selanjutnya semakin menguras ternaga tanah berpasir yang mereka pijak sangat menyulitkan untuk dilewati setiap kali melangkah mereka akan kembali tergelincir seakan tidak bisa dilalui. Sera sudah kehabisan tenaga namun tetap berusaha mengankat kakinya yang sudah terasa berat untuk melangkah, selanjutnya mereka merangkak layaknya semut untuk mencapai puncak, matahari mulai menyinari mereka, hangat sedikit terasa namun dingin masih menerpa, setelah melihat sinar matahari sejenak perjalanan kembali di lanjutkan.

“Sedikit lagi puncak” seru rio disamput teman-teman bersemangat, sera hanya tersenyum tipis, pada akhirnya rio sudah menginjakkan kakinya dipuncak disusul akbar, nizar dan ilham semuanya membantu sera untuk naik dan yang terakhir adalah dion. Mereka semua berpelukan dan akbar bersujud di puncak, sera memandang sekelilingnya bersyukur dan mengagumi keindahan puncak tertinggi para dewa. Kakinya mulai lemas dan dia mengeluarkan secarik kertas dan mulai menulis, tulisanya untuk jun.

Selesai menulis sera merasa ada yang mengalir dari hidungnya kemudian dia menyekanya “darah” gumamnya terkejut. “kamu kenapa?” tanya rio membuat semua memandang sera, “tidak aku hanya kelelahan” ilham memberinya saputangan dan sera berterimakasih, hidungnya sudah tidak berdarah lagi tapi tubuhnya mulai terasa sangat dingin, dion memeluk sera agar dia merasa hangat, “sera kamu kuat, setelah ini kita turun dan akan aku buatkan susu coklat hanat” sera tersenyum tipis dan mengangguk “trimakasih kalian telah baik membantu ku sampai puncak, sekarang aku hanya ingin pulang” suara sera sangat lemah “iya kita akan pulang, bertahanlah” dekap dion semakin erat, “aku hanya perlu istirahat, aku sangat lelah” jawab sera perlahan dia memejamkan mata, dion mendekapnya semakin erat. Nizar mengambil sepucuk surat yang ada di dekat sera yang dilipatnya berbentuk hati “sera ini milik mu?” namun sera tidak membalas dion mulai menggoyangkan tubuh sera, mendekapnya kembali namun tidak ada respon dari pemilik tubuh itu. Rio memberikan pertolongan pertama terhadap sera namun tetap tidak ada respon. Rio memeriksa denyut nadinya mamun tidak merasakanya. Semua menunduk pendaki lain pun mulai mengerumuni mereka.

Jun sangat terkejut dengan apa yang dia dengar, dia berlari dan memacu kendaraannya menuju persemayaman sera, dia tidak percaya dangan keramaian itu. Tubuh sera telah rapi menggunakan gaun putih yang indah dihiasi bunga disekelilingnya. Jun tidak percaya dengan apa yang dihadapannya, kakinya terasa lunglai. Dia menangis menyesali semuannya bibirnya hanya mengucap “maafkan aku”.
***
Udara dingin yang menusuk tulang di ketinggian ribuan Meter Diatas Permukaan Laut, berdiri seorang pria dihadapan batu penanda In Momoriam. Dibukanya sepucuk surat yang diberikan oleh Nizar saat memulai pendakian, air mata mulai mengalir membasahi pipinya kemudian dia seka dengan tangannya. Dia tersenyum dan berkata “semoga kita bertemu kembali dan bila saat kau mengajakku melihat indahnya dunia aku tak akan menolaknya lagi. Aku akan menemani mu dan menjagamu, terimakasih sahabat ku karna mu aku dapat melihat  alam ini dan mengenang kepergianmu dengan indah. Frida Rachmasera.”

****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar