Sepucuk
surat berbentuk hati dibuka terdapat tulisan tangan yang tidak asing baginya.
Dear jun,
saat kamu membaca surat ini mungkin aku sudah berada jauh dari kamu, mungkin
kita sudah berada di tempat yang berbeda. Aku sangat berterimakasih karena
semua kebaikan yang telah kamu berikan, mungkin aku salah mengartikan
kebaikanmu itu. Kebersamaan yang telah kita lalui membuatku bahagia meski aku
tidak bisa menyentuhmu dan hanya melihatmu dari jauh. Kalau masih ada
kesempatan yang kamu berikan untuk kita berteman kembali, aku pasti akan
menerimanya. Jun suatu saat kita pasti akan bertemu lagi mungkin keadaannya
akan berbeda, tapi aku akan tetap menyayangi mu sebagai sahabat terbaikku.
Penuh kasih
untuk mu.
***
Tiktok...tiktok...
Diruang sepi
yang hanya terdengar bunyi dentang jam terdapat seorang lelaki yang berkutat
dengan leptopnya. Tanpa memperdulikan keadaan disekitarnya dia tetap menghadap
ke arah leptopnya.
Seorang
gadis berdiri di depan pintu melihat punggung seorang yang sedang berkutat dengan
leptopnya, “memandang punggungnya selama beberapa detik membuatnya merasa
hangat andai dia memandangku” kata gadis itu dalam hati.
“akhirnya
kamu datang juga, aku sudah menunggumu dari tadi” kata jun sembari memandang
sera yang berdiri di dekat pintu. Sera terkejut memandang jun yang sadar akan
kehadiranya. “maaf aku terlambat” sahut sera sembari memasuki ruang tempat
semua anggota club sosial berkumpul.
Langkah sera
terhenti di depan jun, pandangan mata jun tertuju pada sera dari atas kepala
hingga kaki sera. “ada apa, ada yang salah dengan penampilanku?” tanya sera,
“tidak” jawab jun. Sera duduk di sebelah jun tanpa sepatah katapun.
Jun hanya
terdiam, mereka menuggu rekan mereka untuk melakukan diskusi kegiatan sosial
yang akan dilakukan. Hingga saat rekan mereka datang keduanya hanya terdiam.
Sera melihat
sebuah buku dan membacanya dia kagum dengan isi buku tersebut, “baca apa?”
tanya jun badanya berada dekat sekali dengan wajah sera, sera menahan nafasnya
dadanya berdetak tidak karuan, dia dapat merasakan nafas jun di belakang
kepalanya.
Pagi itu
sera datang paling awal untuk melihat jun, hatinya sangat gugup lahkahnya
semakin berat menuju ruang club sosial. Sampai di depan pintu, sera menengok
kedalam dan tidak ditemukan sosok orang yang dia cari, “hem lega...” sera
menghembuskan nafas dia senang hatinya lebih tenang karena jun tidak ada di
ruang tersebut namun tidak dapat dipungkiri bahwa sera ingin sekali melihat jun
di ruangan itu.
Sera
melangkahkan kakinya memasuki ruangan, disini tidak gelap meski ruangan
terkunci karna ada sedikit cahaya yang masuk, sera tidak menyalakan lampu dia
hanya duduk melihat sekeliling ruangan itu hanya terdapat komputer model lama,
mesin print, lemari besi berisi dokumen, dan beberapa alat dan perlengkapaan yang
membantu dalam kegiatan sosial yang biasa dilakukan. Di setiap sudut ruangan
itu sera memiliki beberapa memori tentang dia dan jun saat mereka berada dalam
jarak yang sangat dekat saat keduanya menonton film bersama di depan layar
komputer. Saat berduanya merebahkan diri menunggu yang lain berkumpul. Disini
banyak kenangan yang tidak bisa sera lupakan.
Jam
menunjukkan pukul 10.10 “sudah satu jam aku menunggu mereka tapi kemana mereka
semua” sera melirik jamnya. Dia melihat kembali ke arah layar komputer
dilihatnya berbagai foto kegiatan yang mereka lakukan bersama. Hatinya kembali
merasa berdebar. Tiba-tiba terdengar suara arya “benarkah jun kau menyukai
gadis itu?” sara fokus mendengarkan percakapan orang yang berada di luar ruang
sosial. “apa kalian sudah jadian?” arya mendesak jun “iya apa kau puas dengan
itu” terdengar suara jun meninggi. Sera tercengang jantungnya seakan berhenti
berdeguk belum sempat dia bernafas arya telah berada di dekat sera dan berkata
“jun dan elisabet menjadi pasangan, bukankah ini hebat, aku tidak pernah
menduganya”sera memandang jun namun jun tidak membalasnya “benarkah selamat ya
jun” suara sera bergetar “kenapa suaramu?” tanya jun “tidak apa hanya haus”
sera berjalan mendekati tasnya dan mengambil botol minumnya.
Sepulang
rapat anggota sera menarik nafas sekuat tenaga untuk menghilangkan beban, dia
berlari sekuat tenaganya air matanya mengalir tanpa bisa tertahan, dia
tersungkur di tepi jalan dengan hati hancur. Dia mulai mengingat bulan dan dia
tersenyum. “sera kenapa kau bodoh sekali selalu menyukai orang yang ada di
dekatmu dan selau berakhir di bulan desember, ini bukan pertamakalinya sera,
ini selalu terjadi setiap tahun setiap natal, setiap tahun baru, setiap
ulangtahunmu, kau selalu sendiri, tidak kau sadar tidak ada yang mengharapkanmu
kenapa kau mengharapkan terlalu tinggi, bodoh,bodoh, bodoh” sera berkata kepada
dirinya sendiri.
Sera kembali
tersenyum kecut dan berusaha berdiri dengan tertatih, dia berjalan sempoyongan
menuju kursi taman. Dia kelelahan dan memejamkan matanya. Teringat kembali
banyak kisah cintanya yang hanya bertepuk sebelah tangan. Kini usia sera sudah
20 th, dan selama ini dia hanya merasakan masa pacaran selama dua kali pertama
saat di bangku menengah pertama dan di menengah atas yang tidak bisa di sebut
komitmen bersama sisanya hanya hasrat memiliki yang tak terbalas. Kalau sakit
hati sera sudah merasakanya berkali-kali yang paling mengenaskan cintanya
direbut sahabatnya dia juga pernah merasakan hal itu.
“pulang sama
siapa kamu?” tanya jun “sendirian” jawab sera. Itu percakapan pertama keduanya,
sejak saat itu sera mulai memperhatikan jun. Sebelum acara lentera sera selalu
melihat jun yang bekerja keras bersama kawan-kawannya, namun sera sadar jun
sudah memiliki seseorang yang dia sayangi, sera memalingkan wajah dari jun. Tak
berselang lama sera harus bekerja bersama jun untuk mempersiapkan natal, merka
berbelanja bersama untuk acara natal, sera merasa sangat bahagia meski sera tau
jun bukan miliknya namun hatinya selalu menyebut nama jun.
“suatu hari
nanti aku pasti bisa meraih mempi ku” kata jun semangat “iya pasti aku percaya”
sera tersenyum dan jun membalasnya. Keduanya sedang makan siang bersama, sejak
kegiatan natal jun dan sera samakin dekat, sera banyak bercerita mengenai dirinya
namun jun tidak.
Hari kasih
sayang, sera membuat coklat untuk jun dan ingin segera memberikanya mungkin
sebagai teman baik pikirnya, dilihatnya jun telah datang di taman dimana mereka
biasa bertemu, sera menarik nafas dalam “ini buat kamu, sebenarnya aku suka
padamu tapi aku tau posisiku salah, aku akan menahan perasaan ku” jun terkejut
dia termenung beberapa saat “maaf” itu yang terucap dari bibirnya “tidak papa
aku baik-baik saja, sampai jumpa” sera berjalan menjauh dari jun, yang selalu
ada dimemorinya jun layaknya matahari terbenam yang menghangatkannya, namun
sera tidak akan bisa memandang ke arah jingga yang menyilaukan matanya.
Hari berlalu
keduanya mulai menjauh menjaga jarak, awalnya terasa sulit karena biasanya
keduanya bersama. Sore itu jun makan bersama elisabet di sebuah cafe, mereka
terlihat bahagia di ujung jalan terlihat gadis memandang ke arah keduanya tanpa
mereka sadari, “sera kamu kuat” katanya dalam hati. Sera berbalik dan berjalan
diterpa angin sore yang dingin.
Kini club
sosial telah berakhir keduanya semakin tidak pernah bertemu, jun sibuk dengan
pekerjaan baru yang dia dapatkan, sedangkan sera memulai berbagai hal baru yang
ingin dia coba salah satunya mendaki gunung. Mimpi sera mencapai salah satu
puncak gunung untuk mengetahui seberapa dia bisa bertahan dan ingin mendekatkan
diri pada alam serta Sang Pencipta.
Sera
melakukan latihan fisik untuk persiapan sebelum pandakian, dia mempersiapakan
berbagai barang untuk mendaki dan mendaftarkan diri. Hari pendakian dimulai dia
tidak mempunyai kelompok dalam pendakian untuk itu dia begabung dengan suatu
kelompok yang berasal dari daerah lain,
briefing untuk para pendaki dimulai, para pendaki mendengarkan dengan
seksama.
Perjalanan
dimulai pagi hari untuk jarak yang ditempuh adalah berkilo-kilo meter dan
terdapat beberapa pos untuk beristirahat, perjalanan baru dimulai tapi sera
sudah merasa keleahan seakan tidak bisa melalui semuanya, namun berkat kelompok
pendaki yang dia ikuti sera mendapatkan kepercayaan diri bahwa dia bisa melampauinya.
Sudah
beberapa jam berlalu sedikit lagi mencapai pos peristirahatan, sera berjalan
semakin perlahan nafasnya terengah-engah, dilihatnya pemandangan
disekelilingnya begitu indah, andai jun tau semua ini pasti dia senang. Pos
peristirahatan sudah dipenuhi tenda-tenda para pendaki, senja menjelang dan
mereka mendirikan tenda. Sera menatap senja, terasa hangat seperti biasa, sera
menuliskan beberapa kalimat di buku yung dia bawa, mengenai keluarganya dan
kerinduananya, mengenai harapannya, dan belum sempai dia menulis untuk jun
seseorang memanggilnya. “sera kemari mari kita memasak” seru rio salah satu
anak dari kelompoknya
Dari 5 orang
pria yang berada dikelompoknya rio adalah ketua yang baik, dia selalu memberi
semangat dan menceritakan berbagai cerita pendakiannya. Sera selalu dilindungi oleh kelimanya karna
sera gadis yang baru memulai pendakian. Sera mulai berkemas untuk melanjutkan
pendakian, harinya sangat cerah udaranya terasa sejuk, pendakian selanjutnya
lebih melelahkan dibandingkan sebelumnya karena jalan yang semakin menanjak,
sera sudah berkali-kali jatuh dan bangkit dibantu dion yang selalu berjalan di
belakangnya. Sesampainya di pos terakhir semua merbahkan badan ke tanah karena
kelelahan, nafas mereka semakin terengah-engah karena oksigen yang semakin
sedikit. Kaki sera seakan tidak bisa digerakkan lagi dia berusaha mengatur
nafasnya. Setelah beristirahat mereka kembali mendirikan tenda sebelum
pendakian kepuncak.
Malam terasa
dingin menusuk tulang, tapi perjalanan baru akan dimulai untuk mencapai puncak,
semua bertanya pada sera apa dia akan ikut dalam pendakian serta menyarankan
untuk istirahat saja, namau sera memaksa untuk ikut karena ini tujuannya
melakukan pendakian ini.
Perjalanan
dimulai pandangan terhalang oleh kabut, diantara pohon dan bebatuan mereka
menapakkan kaki, setelah lama berjalan dengan nafas terengah-engah sera
memandang sekeliling terdapat banyak batu penanda in memoriam para pendaki yang
meninggal dalam pendakian, sera bergidik dan dion merangkulnya dari belakang
“kamu masih kuat” bisiknya sera hanya mengangguk. Rio memberi isyarat untuk
berhenti dilihatnya kelompoknya dan bertanya apakah mereka masih mau meneruskan
dan semuanya mengangguk.
Perjalanan
selanjutnya semakin menguras ternaga tanah berpasir yang mereka pijak sangat
menyulitkan untuk dilewati setiap kali melangkah mereka akan kembali
tergelincir seakan tidak bisa dilalui. Sera sudah kehabisan tenaga namun tetap
berusaha mengankat kakinya yang sudah terasa berat untuk melangkah, selanjutnya
mereka merangkak layaknya semut untuk mencapai puncak, matahari mulai menyinari
mereka, hangat sedikit terasa namun dingin masih menerpa, setelah melihat sinar
matahari sejenak perjalanan kembali di lanjutkan.
“Sedikit
lagi puncak” seru rio disamput teman-teman bersemangat, sera hanya tersenyum
tipis, pada akhirnya rio sudah menginjakkan kakinya dipuncak disusul akbar, nizar
dan ilham semuanya membantu sera untuk naik dan yang terakhir adalah dion.
Mereka semua berpelukan dan akbar bersujud di puncak, sera memandang
sekelilingnya bersyukur dan mengagumi keindahan puncak tertinggi para dewa.
Kakinya mulai lemas dan dia mengeluarkan secarik kertas dan mulai menulis,
tulisanya untuk jun.
Selesai
menulis sera merasa ada yang mengalir dari hidungnya kemudian dia menyekanya
“darah” gumamnya terkejut. “kamu kenapa?” tanya rio membuat semua memandang
sera, “tidak aku hanya kelelahan” ilham memberinya saputangan dan sera
berterimakasih, hidungnya sudah tidak berdarah lagi tapi tubuhnya mulai terasa
sangat dingin, dion memeluk sera agar dia merasa hangat, “sera kamu kuat,
setelah ini kita turun dan akan aku buatkan susu coklat hanat” sera tersenyum
tipis dan mengangguk “trimakasih kalian telah baik membantu ku sampai puncak,
sekarang aku hanya ingin pulang” suara sera sangat lemah “iya kita akan pulang,
bertahanlah” dekap dion semakin erat, “aku hanya perlu istirahat, aku sangat
lelah” jawab sera perlahan dia memejamkan mata, dion mendekapnya semakin erat.
Nizar mengambil sepucuk surat yang ada di dekat sera yang dilipatnya berbentuk
hati “sera ini milik mu?” namun sera tidak membalas dion mulai menggoyangkan
tubuh sera, mendekapnya kembali namun tidak ada respon dari pemilik tubuh itu.
Rio memberikan pertolongan pertama terhadap sera namun tetap tidak ada respon.
Rio memeriksa denyut nadinya mamun tidak merasakanya. Semua menunduk pendaki
lain pun mulai mengerumuni mereka.
Jun sangat
terkejut dengan apa yang dia dengar, dia berlari dan memacu kendaraannya menuju
persemayaman sera, dia tidak percaya dangan keramaian itu. Tubuh sera telah
rapi menggunakan gaun putih yang indah dihiasi bunga disekelilingnya. Jun tidak
percaya dengan apa yang dihadapannya, kakinya terasa lunglai. Dia menangis
menyesali semuannya bibirnya hanya mengucap “maafkan aku”.
***
Udara dingin
yang menusuk tulang di ketinggian ribuan Meter Diatas Permukaan Laut, berdiri
seorang pria dihadapan batu penanda In Momoriam. Dibukanya sepucuk surat yang
diberikan oleh Nizar saat memulai pendakian, air mata mulai mengalir membasahi
pipinya kemudian dia seka dengan tangannya. Dia tersenyum dan berkata “semoga
kita bertemu kembali dan bila saat kau mengajakku melihat indahnya dunia aku
tak akan menolaknya lagi. Aku akan menemani mu dan menjagamu, terimakasih
sahabat ku karna mu aku dapat melihat alam ini dan mengenang kepergianmu dengan
indah. Frida Rachmasera.”
****
****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar