Rabu, 01 Juli 2015

hashimi

Hashimi

Di resto pojok

Jam menujukkan pukul setengah empat sore, tapi tak kunjung muncul sosok yang ditunggu oleh hana sejak dua puluh menit yang lalu..
duh mana sih kun, lama banget.”  keluh hana dalam hati. sembari melirik jam tangannya untuk sekian kali.

                Kun adalah kakak kelas yang dikagumi oleh hana semasa SMA. Mereka membuat janji untuk makan bersama di resto pojok tempat favorit mereka berdua. Karena merayakan kun yang baru saja lulus dari perguruan tinggi.

Di tempat lain
               
Terlihat seorang laki-laki muda yang sedang menerima telepon di hpnya “ maaf, aku lupa.” sambil menepuk dahi. “iya aku berangkat sekarang.” sembari mengambil tas dan berlari menuju parkiran sepeda motor.

“ dasar kun, udah lama aku nunggu disini,, cepet berangkat.” bentak hana lewat hp yang ia pegang. Untuk menghubungi seseorang.


Beberapa menit berselang

                “ maaf,, udah lama ya nunggunya” kata kun yang langsung duduk didepan hana dan meletakkan tasnya. “ hem, gak usah tanya, yang pasti lama” berdeham dengan menunjukkan mimik marah.
“ belum pesan makan tah?” dengan senyum manis “ belum lah, kan rencananya makan bareng” hana tidak bisa marah lagi setelah melihat senyuman kun. “ oh ya, hari ini aku ada acara dengan anak-anak jadi gak bisa lama-lama” kata kun. “ ya udah tau” kembali dengan mimik marah. “ maaf ya, makasih juga udah ngertiin aku” jawab kun.

Setelah kun pergi

                “ selalu yang lebih dulu teman-teman seangkatannya, dasar kun, gak pernah ngerti perasaan ku, kun dudut.” keluh hana dalam hati. Karena terlalu memikirkan kun, hana tidak konsentrasi terhadap jalan. Hingga menyebrang tanpa menoleh lebih lanjut. BBBRRRAAAAKKKK. hana tersungkur ke aspal.

Dari sisi lain

                “ SIAL, kenapa aku bisa percaya pada gadis yang benar-benar sial. Dia mengecewakan sekali, lalu siapa yang akan akan aku perkenalkan kepada kakek sebagai calon istriku.” Teriak dion dari dalam mobilnya. Mobilnya dipacu cepat meski pada belokan dan tanpa diduga ada gadis yang menyeberang. BBRRRAAKKKK.

                Banyak orang berkerumun melihat seorang gadis ditabrak oleh mobil yang melaju kencang.
“ Hey, keluar dari mobil, kamu harus menolong gadis ini” seru seorang laki-laki paru baya sambil menunjuk hana yang sedang ditolong beberapa orang. “ iya akan kutolong masukkan dia ke dalam mobilku.” Kata dion serambi membuka pintu mobilnya.

Setelah beberapa perawatan dirumah sakit

                “ sebentar lagi dia akan terbangun” kata suster pada dion. “ iya terima kasih” sahut dion, melirik hana yang terbaring di tempat tidur. “ tuan ini data data milik gadis ini” kata pak kim penjaga dion sejak kecil, karena dion salah satu putra pengusaha terkenal maka dia selalu ditemani oleh pendamping untuk melindungi dan membantunya dalam berbagai hal.
Nama: hana 20 tahun,  em,, jadi dia belum 20 tahun”  dion memperhatiakan hana yang masih terlelap. “ tuan” panggil pak kim, dion tesentak dari lamunannya, lalu menoleh pada pak kim. “ kakek” dion terkejut melihat sosok kakeknya berdiri di pintu masuk kamar yang sejajar dengan tempat pak kim berdiri.

                “ em, jadi ini calonmu! terlihat manis, tapi apa yang terjadi padanya? Apa dia sakit?” Pertanyaan kakek membuat dion termenung. “ dion” tegur kakek. “ hem, iya. dia hanya terlalu lelah, jadi pingsan.” Dion menjawab dengan suara bergetar. “maafkan aku kek dan hana tolong bantu aku” debar jantung dion bertambah kencang.

Setelah kakek pergi

                “ tuan, kenapa tuan berbohong. memang kenapa dengan nona erika?” Tanya pak kim.
“ jangan menyebut nama itu lagi, aku muak mendengarnya, dia bukan orang yang baik. Tadi aku melihatnya bermesraan dengan pria lain. Tolong mintakan bantuan gadis ini untuk menggantikan erika sebagai calonku.” Dion bergegas keluar dari ruangan.

Setelah hana tersadar

                Hana merasa kepalanya berat, dia hanya bisa melihat seorang lelaki yang sudah berumur dan menjelaskan serta mengajukan beberapa pertanyaan terhadap hana dan diakhiri oleh permintaan tolong. Mendengar cerita pak kim yang sedikit di lebih-lebihkan, membuat hana mau membantu dion dalam usahanya.

Keesokan harinya

                Cahaya sudah mulai masuk ke sela-sela kamar tempat  hana dirawat. “terima kasih suster” kata hana perlahan kepada suster yang telah memeriksanya pagi ini. “iya” jawab suster dengan perlahan pula seolah mengerti hana berbicara perlahan karena tidak ingin dion terbangun dari tidurnya.

                Sinar matahari mengenai wajah dion membuat tidurnya terusik. “selamat pagi” sapa dion yang baru bangun dari tidurnya di sofa. “pagi,, mau sarapan?” jawab hana sembari mengoles selai pada roti yang ia pegang. “iya, sebentar aku mau cuci muka dulu” dion beranjak dari sofa. Hana menyiapkan sarapan dari bahan-bahan yang dibawa oleh pak kim sebelum beliau pergi kekantor.

                “pak kim mana?”tanya dion, sembari mengeringkan muka dengan handuk. “sudah berangkat ke kantor, katanya mau mengurusi jadwal dikantor, dan kamu istirahat dulu saja disini. Ini untuk mu” hana menyerahkan segelas air susu dan sebuah roti lapis buatannya. “terima kasih sudah membuatkan ku, bagaimana lukamu?” tanya dion. “ini” hana terlalu bersemangat menujuk kuka didahinya dan kesakitan sendiri “AADDUUHHH”.
“sini biar ku lihat” dion mendekatkan wajahnya pada hana dan meniup luka hana yang masih tertutup kasa. Cklek pintu kamar terbuka dan terlihat kakek dion berdiri dibelakang pintu.

                “pagi, maaf mengganggu kalian” kata kakek malu malihat dion dan hana dengan posisi tadi. “ah, tidak kek, kami hanya,” jawab dion tegang. “kami hanya mau memastikan ikatannya sudah bagus” sambung hana. Kakek berdeham “ehm, kalaian mau mengundur pernikahan kalian, karena kondisi hana? Kalau itu benar aku yang akan tanggung semua kerugian pengunduran pernikahan kalian”.

                hey, kalau ditunda biayanya pasti besar sekali” kata hana dalam hati. “tidak usah ditunda,, saya pasti sudah sembuh, kakek mau sarapan bersama kami.” Kata hana sembari membuat secangkir teh untuk kakek. “benar begitu yon?” Tanya kakek membuat lamunan dion pergi. “ahh, iya.” dion mulai gagap. “jadi hana bersedia melakukannya ” dion tersenyum samar.

                Setelah kakek pergi “jadi kapan pernikahannya?” Tanya hana. “seminggu lagi” jawab dion santai “ APPAAA seminggu lagi?” hana benar-benar terkejut mendengar hal itu. “lalu bagaimana dengan orang tuaku? Dan umurku juga belum 20 tahun” hana bimbang. “tenang semalam aku sudah mengatakannya pada orangtuamu dan kita akan menikah sehari setelah umurmu 20 tahun.”
hah,  gila ini benar-benar gila, tapi semua sudah terjadihana menarik nafas panjang. “apa sekarang kamu sudah baikan?” tanya dion perlahan. “iya aku sudah tidak apa-apa” jawab hana. “kalau begitu ayo persiapkan pernikahan kita” dion tesenyum nakal.
Tapi hana hanya bisa merunduk mendengar kata-kata dion.

                “HAHHHH MENIKAH?” di iringi gebrakan tengan di atas meja, “ apa kamu sudah gila, kamu benar-benar serius dengan pilihanmu?” kata kun tidak percaya “yah, aku serius.” Jawab hana enteng. “kenapa kau tidak pernah menceritakan dia pada ku?” tanya kun penasaran sebab sepajang yang dia tau hana blum punya pacar. “karena itu tidak perlu, yang aku butuhkan hanya keseriusannya, lagi pula sekarang aku sugah memberitahumu.”
hana menumpahkan semua kekesalan terhadap sikap kun.
“ Ya sudah menikah saja, kalau itu memang keputusan mu” jawab kun dengan wajah yang terlihat kecewa. Hana sontak terkejut mendengar jawaban kun namun akhirnya menyerah “ Iya terimakasih telah mendengarkanku.” Acara makan-makan itu berjalan hambar tanpa ada sepatah kata dari kedua bibir mereka.

Di rumah kun

                “ ini tak dapat dipercaya, aku yakin dia tidak memiliki kekasih tapi… ini sanggat membingungkan,,” kun termenung memikirkan kata-kata hana. “Bukankah selama ini dia menyayangiku.”

Di tempat lain

                Hana membanting tas dan tertunduk lemas di kamar miliknya. Dia ingin sekali menangis mengingat kata yang di ucapkan kun. Tapi dia berpikir kembali selama ini kun hanya menganggapnya seperti adiknya dan tidak lebih, air matanya mulai menetes.

                Tok tok tok suara pintu diketuk dan terdengar suara ibu “ dek, ada keluarga dion datang kemari, cepat keluar.” Mendengar kata mami membuat hana terkejut, segera ia menghapus air matanya, untung masih sebentar dia menangis, jadi matanya belum terlalu sembab.

                “hahaha, iya memang dia tidak cerita tentang hubungnnya ini, sempat membuat kami terkejut,tapi kalau ini sudah menjadi pilihanya kami hanya bisa merestuinya.” Terdengar suara ayah di ikuti suara tawa kakek dion. Setelah lama keluarga hana dan dion berbicara akhirnya acara ini selesai, selama pembicaraan terjadi hana hanya tertunduk.

                “ ada masalah apa, apa kau tidak mau melanjutkan ini?” pertanyaan dion membuat hana tersadar dari dalam pikirannya.
“tidak, aku hanya terlalu shock dengan semua ini, mungkin perlu waktu untuk menyesuaikan dengan keadaan.” Kata hana dengan tergesa. “tenang saja, aku hanya punya kakek dan pak.kim dalam hidup ini jadi tak perlu menyesuaikan dengan siapa-siapa” kata dion sambil menerawang jauh mengingat kedua orang tuanya yang pergi saat kecelakaan pesawat dihari ulangtahun dion yang ke 8, hana hanya dapat memandang dion dan mengingat cerita pak.kim tentang orangtua dion tempo hari.

                Angin malam menerpa keduanya yang termenung menatap langit malam dari halaman belakang dari rumah hana, “aku pulang dulu, kamu istirahat saja.” Kata dion meninggalkan hana. Hana masih berada pada lamunannya mengingat seberapa besar perasaanya terhadap kun yang selalu dia tutup rapat dalam hatinya.

                Langit tanpa bintang, “Haaahhh.” Desah panjang seorang pria dari atas balkon rumahnya.
“aku yakin dia hanya menyayangiku, ini belum terlambat” kata kun dengan yakin tentang perasaan hana.

                Hari pernikahan tiba. Kun menatap mata hana tajam tanpa memalingkan dari pergerakan dari hana. Hana membalas tatapan kun dengan tajam pula, tapi tak sepatah katapun keluar dari mulut keduannya. Padahal dalam hati mereka memiliki niat dan perasaan yang sama, namun tak ada yang ingin mengungkapkan perasaan mereka.

                dion duduk disebelah hana, dia tau bahwa hana memandang kun, “ehem” dion berdeham mencuri perhatian hana, hana yang sadar akan dehaman dion, menatap dion dengan penuh tanya, “apa kau yakin akan melakukan ini?” dion membalas tatapan hana seakan meyakinkan hana “aku tidak akan main-main dalam pernikahan ini”
kun hanya bisa memandang mereka berdua, hatinya terasa sakit namun mulutnya tetap terkunci.

Semua berjalan lancar hingga sampai dirumah dion

                Sampai dirumah, hana memasuki kamarnya. Dion sengaja menyiapkan kamar yang terpisah karena meski mereka sudah menikah karena bukan atas dasar suka. “kun, kamu jahat sekali, kenapa tatapan mu seakan memberi tanda bahwa kau menginginkan aku, tapi aku tau hanya sebagi adik, kau keterlaluan.” Teriak hana sembari menangis. “hana kenapa kau tidak mengatakan perasaan mu padaku, kenapa kau memandangnya dengan harap, kau menyukaiku kan?” teriak kun dalam perjalanannya. Dia lemas dan pergi kerumah temannya memendam amarah dan harapannya terhadap hana.

                hana, sudah malam kamu belum makan dari tadi, apa kamu tidak lapar?” tanya dion didepan pintu kamar, tapi tak ada jawaban. Dion memberanikan masuk telihat hana terbaring ditempat tidur, terlihat mata hana sembab kerena mengis, dion membenarkan posisi tidur hana dan menyelimutinya.

                Mentari bersinar, dion terjaga dari tidurnya. Keluar dari kamar ia melihat hana didapur. “kamu sudah baikan?” tanya dion dibalas anggukan oleh hana.
                “hari ini aku ada urusan mungkin hingga larut” kata hana, dion memandang kearahnya “kamu marah padaku?” ia menggeleng “tidak bukan padamu tapi pada kun, aku akan bertanya padanya selama ini ia menganggapku apa” hana menerangkan dion berfikir “kalau begitu aku akan kekantor.”

                “boss kenapa kekantor tidak honeymoon?” tanya karyawan “tidak kami masih mau menyelesaikan beberapa urusan.” Pembelaan dari dion “ohhh, saya kira…” “jangan berfikir yang tidak-tidak” kata dion meninggalkan percakapan

                Kun berjalan sempoyongan diantar tika kerumahnya, ia lemas karena tidak makan seharian. Hampir ia jatuh namun ditumpu oleh badan tika, dan tika pun memeluk kun agar ia tidak terjatuh.

                Hana menuju rumah kun, di dekat rumahnya ia melihat kun berpelukan dengan seorang gadis yang ia kenal, “tika… jadi ini intinya” hana menjauh, tika melihat kepergian hana namun tak memberitau kun. Hana duduk termenung ditaman, dari tempat itu hana dapat melihat tempat favorit dia dan kun untuk makan, mengingat semua hal yang telah terjadi.

                Rumah masih sepi, dion tidak pulang terlalu malam karena semua pekerjaannya telah ditunda untuk tiga hari ini, dion mencari hana tapi tidak ia temukan, diluar cuaca dingin dan hpnya tak dapat dihubungi. Dion mencarinya dan tiba-tiba telepon berdering “ada apa pak kim?” tanya dion “saya tadi melihat nona hana ditaman dekat tempat tabrakan, dia sendiri apa dia ada masalah?” “oh, ya sedikit, saya akan menjemputnya. Terima kasih pak kim”

hana, ayo pulang” dion duduk disampingnya dan memakaikan jaket padanya. Melihat dion air mata hana mengalir, hana memeluk dion erat ia pun membalas pelukan hana. Seakan ia juga menumpahkan rasa sedihnya ditinggalkan erika dalam pelukan ini.

                 Dirumah dion merasa cemas suhu badan hana tidak setabil ia tau itu saat dion menggenggam tangannya dan merasakan dahinya didadanya. Dion membuatkan makan dan mengantarnya kekamar hana, terlihat hana terbaring lemas. Ia segera merawat dan memberi obat pada hana, semalaman dion menjaga hana hingga pagi

                Hana terbangun, menyadari dion tertidur pulas disampingnya. “Hhaayy… apa yang kau lakukan disini?” memukul hana yang tertidur, “hem aku ini yang merawat mu, kamu demam kemaren.” Menghentikan hujatan hana dengan memegang tangannya. Hana tak terima dan menjauh dari dion, dion kesal karena tidurnya terganggu berniat mengganggu hana. “hey, kamu itu istri ku jadi wajar kalo kita satu kamar.” Mendekati hana “jangan mendekat atau…” “atau apa?” “HHAAaa” dion menggenggam tangan hana.

                Tingtong, terdengar bunyi bel. Bergegas hana meninggalkan dion yang tersenyum puas dan kembali tidur. “kakek, silahkan masuk.” “kamu sudah baikan? Katanya semalam kamu sakit” kakek memeganag dahi hana “sudah tidak apa, dion sudah merawat saya, kakek mau sarapan apa?” “kamu istirahat saja, bibik sudah menyiapkan sarapan, dion dimana?” “masih tidur kek, mungkin kelelahan.”

Menuju kamar dion kakek hanya tersenyum sampai didekat dion kakek memukul dion yang tertidur, ia menyangka itu hana saat membuka mata ia kaget melihat kakek didepannya, dion hanya pasrah saat akan dipukul lagi, “kenapa kamu tidur, istri mu masih sakit dan kau biarkan ia sendiri yang membuka pintu. Kamu ini” “ampun kek, aku semalaman tidak tidur, baru pagi tidur.” hana menghalangi kakek memukul dion lagi “sudah kek, dia kelelahan, saya juga sudah baikan jadi tidak apa-apa” melihat hana, dion termenung dan tak bisa tidur lagi.            

                “APA, kakek akan tinggal disini. Kami baik-baik saja kek, aku akan menjaganya” kata dion “iya kek, kami tidak apa tinggal sendiri” sahut hana. “aku hanya ingin melihat kalian barsama dan itu juga tidak lama. Kalian akan berangkat honeymoon dua hari lagi, ini hadiah dari kakek.”menyerahkan tiket liburan seminggu di pantai.
“Honeymoon, resepsi kami saja belum kenapa harus secepat itu?” sanggah dion “kakek ingin segera melihat cicit dari kalian” kakek tersenyum dan hana tersedak “itu terlalu cepat kami belum merencanakan itu”kata dion “tidak perlu direncanakan dijalani saja.” Kata kakek, hana dan dion saling menatap bingung.

                Seharian ini sikap keduanya penuh kepalsuan, hingga makan malam tiba dan keduanya masuk kedalam kamar. “ini benar melelahkan” dion merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur. “ya karena kita tidak menikmatinya, kau bisa tidur di sofa, selimutnya boleh untuk mu.” Meletakkan selimut diatas tubuh dion. “apa kenapa tidak ditempat tidur saja, tidak akan tarjadi apa-apa”dion memohon “aku tidak mau, aku bisa menendangmu nanti.” hana berkilah “tidak apa” “TIDAK” toktok bunyi pintu. “jangan berisik sudah malam” suara kakek. Hana menutup mulut, terpaksa mereka tidur barsama.
                Matahari telah muncul dibalik selimut terlihat dua pasang kaki yang terjuntai keluar, “selamat pagi” suara kakek terdengar samar. Hana dan dion membuka mata dan menyadari bahwa mereka saling berpelukan, “huuuaaa” suara hana terdengar samar karena ditutup oleh tangan dion. “kakek ada diluar tenanglah, tidak terjadi apapun” hana menutup mulutnya rapat. “apa kalian sudah bangun?” suara kakek dari balik pintu. “sudah kek” dion pergi hana terpaku.

                Didalam kamar mandi dion termenung, “ini akan terjadi, kenapa hatiku kacau” jantung dion berdeguk kencang entah karena kakek atu dia. Sementara di dalam kamar “kenapa jantungku berdeguk kencang, apa aku mempunyai perasaan terhadapnya, tapi tidak mungkin ini terlalu cepat” hana menggelengkan kepala.

                Matahari mulai condong ke barat, terdengar suara canda didekat kolam. Terlihat hana dan dion bercanda, mulai menikmati kebersamaan mereka setelah lelah berenang. Kakek yang baru selesi membersihkan badan ikut bersantai di bangku belakang. Tak lama bibi membawa minuman hangat, kata bibi minuman ini berkhasiat  untuk meningkatkan daya tahan tubuh, menggingat kemarin hana yang sakit semua terpaksa ikut mendapat jatah.

                “ini tidak enak” gerutu dion “kalau begitu bertaruh siapa yang menghabiskan minuman paling cepat berhak memberi hukuman pada yang lambat” tantang kakek “baik, tidak akan mengalah” kata dion tertantang “hana kamu membela siapa?” tanya kakek, dion memandang hana sinis “baik aku membela dion” permainan dimulai dan dion kalah.

“hukuman bagimu, lempar istrimu kekolam renang” “kakek aku baru mengganti baju, keterlaluan kakek ini.” Gerutu hana “siapa suruh kamu membelanya” dion mengangkat hana dengan semangat, hana meronta namun tak berdaya keseimbangan dion terganggu dan dion pun turut jatuh bersama hana karena sedikit dorongan dari kakek. “Kakeek”

                Keduanya kembali merapikan diri didalam kamar, hana merasakan perasaan yang aneh jantungnya tak berhenti berdeguk kencang melihat tubuh dion ketika melepas kaos setelah tercebur “aduh, tidak..” sementara ditempat tidur dion bergumam, kenapa ini rasanya darah ku naik kekepala melihatnya basah kuyup “oh, tidak boleh terjadi.” Selesai membersihkan badan hana duduk ditempat tidur membaca buku dan dion menonton tv saat keduanya bertatapan ada hal yang membuat mereka tergetar, namun keduanya saling mengalihkan pandangan.
               
                Malam harinya keduanya tak dapat tidur dengan tenang jantung mereka berdeguk kencang sekali, tapi keduanya diam seribu bahasa.

                Hingga pagi tak ada yang dapat tidur nyenyak. Sarapan juga terasa hambar, “kalian kenapa? Apa sakit? Apa kelelahan? Jadi berangkatkan?” tanya kakek, keduannya tersedak. Saling bertatapan dan mengangguk, entah mejawab pertanyaan yang mana.

                “hati-hati di jalan, jangan lupa pesanan kakek.” Kakek melambaikan tangan. “tuan saya sudah membuatkan jamu untuk mereka lagi.” Kata bibi “bagus, apa mereka membawanya?” “iya, sudah tuan, sebentar lagi keluarga ini akan ramai.” Bibi tersenyum di ikuti senyuman kakek melihat kearah jalannya mobil.
                “ini minuman apa? pahit” kata dion. “itu jamu bibi seperti kemarin.” Kata hana santai. Setelah sampai, mereka diajak berkeliling oleh pemandu. “heh, jangan minum terus nanti bahaya” ledek dion “bahaya apa?” “kembung”dion tersenyum bersama hana.

                “hah, lelah sekali. Disini nyaman” hana mencoba tempat tidur. Kenapa jantungku berdeguk kencang lagi, dion menghabiskan miuman yang ia pegang, “dion kemari disini enak” dion mendekat merebahkan tubuhnya disamping hana, hana juga gugup lalu duduk disamping tempat tidur menghadap matahari terbenam. Dion mengikuti, “hana, sepertinya kakek masih mengerjai kita.” hana memandang dion “mengerjai apa?” dion menatap tajam “aku pikir kakek menaruh sesuatu didalam jamu buatan bibi.”

                Keduanya terdiam tapi darah mereka sudah bergejolak dion menggenggam tangan hana “mungkin tidakkan ini diragukan, tetapi aku berbuat dengan persetujuan hatiku.” hana memejamkan mata, dion menarik hana perlahan menuju dekapannya, hana membuka matanya perlahan menatap dion dengan hangat seakan memberi isyarat bahwa hatinya juga setuju. Dion mencium dahi hana, membelai rambut hana, memandangnya dengan tatapan sayang membelai wajahnya hingga terhenti dibelakang leher hana, perlahan mendekatkan wajahnya, dan mendaratkan bibirnya pada bibir hana. Mereka tak terbendung, darah panas mereka memuncak hingga kepala. Tak ada beban menjalani kebahagiaan mereka, menikmati setiap kehangatan yang tercipta.

                “selamat pagi.” Dion menyambut hana dengan ciuman didahi, hana membalas dibibir, dion terkejut tapi ia tersenyum dan membalasnya.

                Matahari menyinari dion dan hana yang sedang berjalan menikmati hembusan angin pantai keduanya hidup bebas tanpa batasan yang selama ini mengekang dan membatasi hidup mereka hingga mereka lupa akan diri mereka yang sebenarnya. “ini untukmu” dion memberikan sebuah es krim pada hana “hem ini enak sekali serasa hidup kembali” “memang selama ini tidak hidup?” dion bingung “bukan tidak hidup tapi tidak menikmati kehidupan ini, menghargai setip waktu yang diberikan Tuhan untuk membahagiakan diri sendiri dan orang yang berada di sekitar kita. Menurutku itu hidup yang sesungguhnya” hana menerawang jauh “lihat langit dan awan yang saling berhadapan seakan tanpa sepatahkatapun mereka akan mengerti apa yang diinginkan yang lain, bagaimana kita hidup dengan memahami dan mengerti apa yang orang lain inginkan untuk kita lakukan meski mereka tidak pernah tau apa yang orang lain inginkan” selama ini hana selau berusaha menjadi orang lain untuk menyenangkan setiap orang disekitarnya tanpa memperhatikan apa yang sebenarnya dia inginkan.

                Dion seakan mengerti apa yang dirasakan hana karena dia juga dituntut untuk menjadi sempurna untuk orang lain tanpa mengetahui siapa dia sebenarnya. “dion apa kamu punya suatu hal yang ingin kamu lakukan tanpa perduli akan pandangan orang lain?” hana bertanya dan dion hanya terdiam memikirkan apa yang selama ini hatinya inginkan “aku ingin sekali merasakan terbang merasakan angin yang bertiup diatas langit bagaikan burung, aku ingin berengan dan menyelam dalam laut dan aku ingin berjalan sebagai seseorang manusia yang selalu tersenyum menghadapi dunia ini tanpa perduli gunjingan orang dan berani berkata tidak meski akan membuat seseoang tidak puas pada diri kita” terang hana yang selalu ingin orang disampingnya bahagia melihat hana yang berusaha membuat mereka bahagia. Dion hanya termenung memikirkan apa yang dia inginkan dalam hidup ini.

                “ayo diving, dan naik skyboar” ajak dion. Lalu mereka menikmati bawah air yang dipenuhi dengan berbagai terumbukarang berwarna warni dan ikan yang sangat indah berenang mengelilingi mereka, betapa indah kuasa Tuhan akan dunia bawah air yang menyilaukan mata. hana terlihat bahagia mendapat kesempatan menikmati setiap segi laut yang indah, dion mulai mengerti senyum yang terpancar tanpa beban menikmati setiap keajaiban membuat mereka menyadari dunia ini tercipta dengan indah hanya kau perlu memandangnya dari segi yang berbeda.
                Senja mulai nampak dion dan hana kini berada di atas awan menikmati angin yang berhembus “ aku mulai mengerti tentang kehidupan ini kita tidak perlu menjadikan diri kita sempurna untuk orang lain, tapi kita hanya perlu menunjukan pada orang lain dimana sisi keindahan kita agar orang lain dapat mengerti. kita ini memang telah tercipta dengan sempurna hanya saja orang lain hanya memandang kita dari satu sisi membuat kita merubah sisi lain agar sama dengan sisi yang mereka anggap indah. Namun bila kita dapat membuat orang lain melihat sisi yang sebaliknya dan sisi itu terkadang lebih indah dari yang orang lain bayangkan.” Dion menatap hana lembut, hana balik menatap dion dan mencium pipinya.

                Senja terindah diatas samudra dengan angin yang berhembus indah itu tidak akan mereka lupakan, disanalah mereka sadar bahwa tidak perlu membuat diri mereka sempurna atau sesuai dengan keinginan orang lain untuk menyenagkan mereka, hanya dengan menunjukan keahlian mereka agar orang lain tau bahwa merka bisa dan mereka indah dengan cara mereka membahagiakan diri mereka.

                “ mau makan apa?” dion bertanya untuk memesan makanan “aku tidak ingin apapun sudah merasa puas dengan pengalaman hari ini” hana mengingat setiap detail hal indah yang mereka lalui. “hana sebenarnya aku juga ingin menjadi seorang anak yang manja karena selama ini aku hanya bisa bermanja terhadap kakek namun tidak begitu banyak karena bilau sibuk, sedang terhadap pak kim aku tidak bisa lagi bermanja karna menjaga images ku didepan orang lain” dion merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur seakan ingin melepas semua bebanya yang ia pikul selama dia menguatkan diri setelah orang tuanya pergi meninggalkanya, sama seperti yang pernah hana dengar dari pak kim.

                Hana berjalan ke arah dion yang merebahkan diri, hana mendekatkan tubuhnya ke arah dion tangannya bergerak kearah kepala dion diatas tempat tidur lalu dipijatnya dengan lembut untuk meringankan pikiranya yang kembali mengingat masa pahit yang dion alami. “kamu boleh bermanja kepadaku kamu boleh mengangapku teman hidup, ibu, kakak, sahabat yang bisa membuatmu merasa nyaman terhadap hidupmu.” Ujar hana dengan lembut dion yang sedari tadi merasa ganjil akan tidakan hana kini mulai menerimanya dengan baik dan kini ia mulai bisa memejamkan mata tanpa beban menjadi sempurna.

“kriiuuukkk” suara perut keduanya memecah kesunyian malam diikuti oleh suara tawa dari kedua manusia yang mulai menghargai diri mereka dan kehidupan mereka untuk dinikmati dengan senyum.
                “masak apa ma?” tanya dion dengan manja kepada hana yang sedang sibuk memasak didapur karna sudah malam mereka memutuskan untuk memasak makanan merka sendiri. “mau tau aja, yang penting enak deh, eh.. tapi ma untuk?” hana sengaja tidak meneruskan pernyataanya karena ingin mendengar penjelasan dion “ma untuk mama, dengan ungkapan itu aku dapat menganggapmu sebagai mama ku” dion mendekap hana dari belakang dan bergelayut manja padanya “ma juga untuk mama sebagai pendamping hidupku yang akan menjadi ibu dari anak-anak ku” goda dion “aiihh, jangan menggodaku nanti makanan ini tidak matang” kata hana dengan niat menghilangkan rasa panas yang mulai menyerang wajahnya menandakan warna merah pasti muncul diwajahnya.

                “hem ini makanan yang enak, tambah” dion mengarahkan piringnya pada hana “hemh ini pasti enak karena kamu kelaparana yon” gumam hana. Dion mengajukan senyum gigi pada hana yang sewot. “kenyang” keduanya merbahkan tubuh di tempat tidur tidak terasa waktu telah menunjukan pukul satu malam. “kemarilah” dion membuka tangannya berharap han tidur dipelukanya namun hana tidak bergerak hanya menunjukan senyum dengan apa yang dilakukan dion. Dion tidak mau kalah “meski aku ingin bermanja selalu kepadamu tapi aku tidak akan lupa aku juga akan menjagamu dan melingungimu salah satunya dengan mendekapmu, dion mendekatkan diri pada hana. Hana mulai merasa nyaman berada dipelukan dion meski dengan jantung yang berdebar lumayan keras hingga dion bisa merasakannya dan kini jantungnya mulai mengalun semakin kerasa seirama dengan jantung hana yang dion rasakan dalam pelukannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar